09 Juli 2014

Terpaksa Gunakan Bus Kota

Warga Bekasi bagian timur dan sekitarnya kesulitan untuk mencapai stasiun dan menghabiskan biaya lebih banyak lantaran harus berpindah angkutan kota. WAKTU menunjukkan pukul 05.30 WIB, saat aktivitas para pekerja asal Bekasi tujuan Jakarta menunggu angkutan umum tengah dimulai. Bus kota berbagai jurusan sudah memadati pintu Tol Bekasi Timur. Mulai bus trayek BekasiPasar Senen, Bekasi-Tanah Abang, Bekasi-Blok M, Bekasi-Grogol, Bekasi-Lebak Bulus, sampai pada jurusan terjauh seperti Merak dan Bandung ada di sana.

Tiba-tiba sekerumunan calon penumpang berlarian mengejar bus Mayasari Bhakti P 09 jurusan BekasiSenen. Dalam sekejap, bus tersebut telah penuh sesak. “Saya buru-buru, tidak peduli penuh atau tidak, yang penting saya dapat bus paling awal,” tutur Amin, pegawai perusahaan swasta di Jakarta, Rabu (2/7). Bagi Amin, berdiri berdesakan di dalam bus kota merupakan rutinitas pagi yang harus dilakukannya. Lelah, berdesakan, tidak nyaman, dan harus berkeringat tidak dihiraukan demi sampai ke kantor tepat waktu. Dia mengaku pernah berniat untuk beralih ke kereta rel listrik (KRL). Menurut informasi yang ia dapatkan, menggunakan KRL akan lebih efi sien dari sisi waktu dan biaya perjalanan.

Namun, bagi warga Bekasi bagian timur dan sekitarnya, mereka kesulitan untuk mencapai stasiun. Letak Stasiun Bekasi Kota dinilai jauh dari Bekasi bagian timur dan menghabiskan biaya lebih banyak lantaran harus berpindah angkutan kota beberapa kali. Sulit dijangkau Bagi warga Bekasi bagian timur, bukan hanya stasiun yang sulit dijangkau. Kehadiran bus Trans-Jakarta di Kota Bekasi juga belum bisa mereka rasakan lantaran halte bus yang nyaman tersebut juga jauh dari permukiman mereka. “Letak halte di Perumahan Harapan Indah.

Itu hampir berbatasan dengan Jakarta Timur, jauh. Lebih baik saya naik bus dari pintu Tol Bekasi Timur,“ ujar Amin. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi Sopandi Budiman menjelaskan trakyek angkutan umum yang beroperasi di Kota Bekasi saat ini telah melalui pembahasan berbagai pihak, termasuk Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda). “Jadi tidak bisa asal ubah trayek karena Dishub harus mengadakan rapat dengan pemerintah daerah dan Organda,“ ujarnya saat dimintai konfirmasi tentang keluhan warga Bekasi bagian timur. (Gan/J-4) - Media Indonesia, 7 Juli 2014, Halaman 6

07 Juli 2014

Tidak Ada Kuota Tambahan

Truk, bus wisata, dan taksi mewah akan dilarang mengonsumsi BBM bersubsidi. "Pengurangan noozle bisa dimulai di wilayah Jakarta Pusat dan selanjutnya meluas ke kota-kota lain.'' Andy N Sommeng Kepala BPH Migas. PEMERINTAH menegaskan tidak akan ada kuota tambahan kendati konsumsi BBM ber subsidi berisiko melampaui pagu 46 juta kiloliter (kl).

Sesuai ketetapan dalam APBN Perubahan 2014, pagu BBM bersubsidi dipangkas 2 juta kl dari semula 48 juta kl. Pemangkasan itu disertai penghapusan mekanisme penambahan volume yang dulu dimungkinkan dengan berkonsultasi dengan komisi energi DPR telah ditiadakan.

Artinya, pemerintah mendatang tidak bisa mengutak-atik volume kuota BBM bersubsidi 2014.
“Volume BBM sekarang dikunci di 46 juta (kiloliter), enggak bisa lagi ditambah,“ tutur Menteri Keuangan Chatib Basri seusai salat Jumat di Kantor Bank Indonesia, kemarin.

Adapun dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (3/7), PT Pertamina memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini bisa melampaui kuota, dengan mencapai 47,621 juta kl. Hal itu lantaran tren menguatnya konsumsi BBM bersubsidi premium seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan. Kenaikan konsumsi premium tahun ini ditaksir kurang lebih 3,2 juta dari realisasi 29 juta kl di 2013 (Media Indonesia, 4/7).

“Kalau dia (Pertamina) bilang 47 (juta kl), berarti enggak ada BBM. Pokoknya harus 46 (juta kl), enggak bisa enggak. Sampai akhir tahun harus segitu,“ tegas Chatib. Hal senada juga dikemukakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Ia tidak menyangkal adanya kebutuhan BBM yang terus menanjak. “Ya, pastilah karena kamu beli motor terus, tapi kita usahakan jangan (meningkat). Sekarang kan baru Juli ya, kita usahakan,“ ucapnya saat ditanya para wartawan di Kantor BI.

Pemerintah, kata Jero, akan mengantisipasi lewat pengetatan aturan. Belum jelas pengetatan seperti apa yang ia maksudkan. Sejak tahun lalu pemerintah sudah melarang kendaraan pelat merah untuk mengonsumsi BBM bersubsidi. Demikian juga kendaraan untuk pertambangan, perkebunan, serta perhutanan. Antisipasi lain, ujar Jero, ialah dengan mengurangi kebutuhan BBM untuk pembangkit listrik. Ia meminta PLN menyegerakan diversifikasi energi pembangkit-pembangkitnya ke gas, batu bara, atau energi baru dan terbarukan.

“Pertamina juga, kalau bilang jebol, ya cepat dibikin SPBG-nya, dipertegas ya, bikin,“ imbuh Jero.
Kurangi noozle Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy N Sommeng mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melampaui kuota.
Menurutnya, upaya yang dilakukan antara lain pengurangan ukuran mulut keran (nozzle) BBM subsidi di SPBU kota-kota besar. Langkah lainnya ialah pembatasan kendaraan truk dan bus wisata tidak memakai solar subsidi, serta taksi mewah tidak memakai premium bersubsidi.

“Pengurangan nozzle bisa dimulai di wilayah Jakarta Pusat dan selanjutnya meluas ke kota-kota lain,“ ujar Andy di Kementerian ESDM, kemarin. Untuk itu, lanjutnya, BPH Migas akan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI.

Berdasarkan catatan BPH Migas, konsumsi BBM subsidi sampai semester pertama 2014 sudah mencapai 52% dari kuota 46 juta kl. (Ant/E-2) Media Indonesia, 5 Juli 2014, Halaman 15